Akhir tahun 2013 lalu semua SKPD disibukkan dengan penyusunan usulan rencana kegiatan tahun 2014. Tim
Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) telah bekerja extra keras mengawal dan
memverifikasi usulan SKPD. Proses verifikasi ini dilakukan guna melihat
kesesuaian usulan program dengan tugas pokok dan fungsi SKPD dan target-target
capaian Visi-Misi Bupati yang dituangkan dalam RPJMD. Selain itu tentu juga disesuaikan
dengan prioritas pembangunan tahun ke-tiga kepemimpinan Bupati serta kemampuan
keuangan daerah, disamping upaya mempercepat capaian pembangunan seperti
penurunan angka kemiskinan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat,
sebagaimana juga yang tertuang dalam target Pembangunan Nasional juga
target-target yang ditetapkan dalam Millenium
Development Goals (MDGs).
Karena itu penting bagi
semua pejabat struktural memahami bahan-bahan yang menjadi dasar bagi
perencanaan pembangunan di SKPD-nya,sesuai dengan tupoksinya, sehingga mampu
mempertahankan saat TAPD menanyakan atau meragukan manfaat/ dampak dari
kegiatan yang didanai oleh APBD. Sebagai contoh sudahkah semua pejabat membaca
dan memahami indikator capaian kinerja dalam 5 tahun sebagaimana terlampir
dalam RPJMD kita?
Langkah berikutnya yang
tak kalah penting perlu mendapat perhatian dalam tahapan perencanaan
pembangunan adalah memahami tiga prinsip strategi pengarusutamaan pembangunan
sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-undang (UU) No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, yaitu prinsip tata
kelola kepemerintahan yang baik (good governance), pengarus utamaan gender dan
pembangunan yang berkelanjutan.
Pada kesempatan kali ini
saya akan banyak mengulas salah satu dari tiga prinsip pengarusutamaan di atas
yaitu Pengarusutamaan Gender. Sebagaimana telah diketahui, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia menjamin hak setiap warga negaranya untuk menikmati dan
berpartisipasi dalam pembangunan di berbagai bidang. Namun demikian, perolehan
akses, manfaat, dan partisipasi dalam pembangunan, serta kontrol terhadap
sumber daya antara penduduk perempuan dan laki-laki belum setara.
Untuk memperkecil
kesenjangan antara laki-laki dan perempuan, pada tahun 2000, dikeluarkan
Instruksi Presiden (lnpres) Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2000 tentang
Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Instruksi ini mengharuskan
semua kementerian/lembaga dan pemerintah daerah untuk melaksanakan
Pengarusutamaan Gender (PUG). Sejak saat itu, berbagai upaya telah dilakukan
untuk mempercepat pelaksanaan PUG di berbagai bidang pembangunan, sebagaimana
yang terlihat pada sejumlah dokumen perencanaan pembangunan
nasional.
Pada tahun 2009, dalam rangka mempercepat penerapan
PUG di berbagai bidang pembangunan, inisiatif perencanaan dan penganggaran responsif
gender (PPRG) dimulai dengan dibentuknya Tim Pengarah dan Tim Teknis PPRG
melalui Surat Keputusan (SK) Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala
Bappenas, No. Kep.30/M.PPN/HK/03/2009. Untuk mendukung pelaksanaan PPRG
tersebut, kemudian disusunlah Stranas PPRG, yang dimaksudkan untuk percepatan
pelaksanaan pengarusutamaan gender, yang sekaligus menunjang upaya pencapaian kepemerintahan
yang baik (good governance),
pembangunan yang berkelanjutan, serta pencapaian target target Millenium Development Goals (MDGs).
Stranas PPRG tersebut dituangkan dalam bentuk Surat
Edaran oleh 4 Tim Penggerak PPRG, yaitu: Menteri Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala Bappenas, Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri
Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Pada tataran pelaksanaan,
Stranas PPRG dilengkapi dengan Petunjuk Pelaksanaan Perencanaan dan
Penganggaran yang Responsif Gender (Juklak PPRG), yang disusun agar pelaksanaan
PUG dalam siklus pembangunan menjadi lebih terarah, sistematis dan sinergis,
serta berkelanjutan, baik di tingkat nasional, maupun daerah.
Di Kabupaten Pekalongan pelaksanaan PPRG telah dimulai
pada pertengahan tahun 2011 dengan dibentuknya Kelompok Kerja (Pokja) PUG, yang
diketuai oleh BAPPEDA dan BPMPKB selaku sekretaris pokja dan seluruh SKPD
sebagai anggota. Dengan bimbingan dari BP3AKB Provinsi Jawa Tengah dan kerja
keras Tim Teknis ARG (Anggaran Responsif Gender) yang diketuai oleh Kabid
Sosbud Bappeda dan Kabid PPPA - BPMPKB selaku Sekretaris dan anggota dari unsur
DPPKD, Inspektorat, Bagian Pembangunan Setda, Unikal dan Pattiro, tahapan
pelaksanaan PPRG dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan. Beberapa
kegiatan yang dilakukan adalah :
1. Pembentukan Focal Point Gender di seluruh SKPD;
2. Sosialisasi, Bintek dan Pelatihan PPRG yang diikuti
oleh perwakilan seluruh SKPD;
3. Penunjukan 5 SKPD Percontohan pelaksana PPRG th 2012
dan 10 SKPD tahun 2013;
4. Roadshow ke 5
SKPD di tahun 2012 dan 10 SKPD di tahun 2013 oleh Tim Teknis ARG dalam rangka
sosialisasi PPRG menjangkau lebih luas ke seluruh bidang di masing- masing SKPD
tersebut;
5. Penyusunan Laporan Pelaksanaan PUG tahun 2012 yg
disampaikan ke Gubernur;
6. Penyelenggaraan Seminar PUG yang diikuti oleh seluruh
SKPD, LSM dan Organisasi Kemasyarakatan ;
7. Penyusunan Panduan Teknis PUG Bagi Perangkat Daerah di
Kabupaten Pekalongan dalam bentuk Peraturan Bupati No. 41 tahun 2013;
8. Penyusunan Rencana Aksi Daerah Kabupaten Layak Anak
(RAD KLA) dalam bentuk Peraturan Bupati No. 42 tahun 2013;
9. Pendampingan penyusunan GAP-GBS 15 SKPD oleh Tim Teknis
ARG; Pemantauan Pelaksanaan PPRG;
10. Penyusunan Pedoman Pengawasan PPRG oleh Inspektorat
Kabupaten Pekalongan; dan
11. Integrasi Gender dalam pelaksanaan Musrenbang tahun
2013.
Karena beberapa tahapan kegiatan yang telah
dilaksanakan tersebut, Pemerintah Kabupaten Pekalongan telah mendapatkan
apresiasi/penghargaan oleh Pemerintah Pusat melalui Kementrian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak dalam bentuk penerimaan “ANUGERAH PARAHITA
EKAPRAYA (APE)” Tahun 2012 tingkat Pratama, yang penyerahannya dilakukan oleh
Presiden untuk tingkat utama, dan oleh Menteri PPPA untuk tingkat Madya dan
Pratama, pada puncak peringatan Hari Ibu tahun 2012.
Evaluasi terhadap pelaksanaan PUG untuk tahun ini
kembali dilaksanakan oleh Kementrian PPPA dengan adanya perubahan tahapan
seleksi awal, yaitu dengan pengisian form evaluasi secara online, yang diisi
paling lambat pada minggu pertama bulan Oktober 2013. Selanjutnya Tim Pusat menilai hasil pengisian
form tersebut, dan tahap berikutnya adalah memverifikasi dan melakukan
penilaian lebih lanjut dengan mengundang Kabupaten/kota yg memenuhi standar
nilai tertentu, untuk dikonfirmasi bukti fisiknya sesuai form yang telah diisi
secara online. Tahun 2012 lalu ada 12
Kabupaten/kota di Jawa Tengah yang mendapatkan APE, tahun ini ada 18
kabupaten/kota yang diverifikasi pada tanggal 18-19 Nopember 2013. Dan
hasilnya telah diumumkan pada puncak peringatan Hari Ibu tahun 18 Desember 2013
di Jakarta. Dan alhamdulillah Kabupaten Pekalongan tahun ini kembali memperoleh “APE” meskipun masih dengan tingkat pratama seperti tahun lalu. Namun penilaian tahun ini jauh lebih tinggi gradenya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan
bahwa PPRG adalah Instrumen untuk mengatasi adanya
perbedaan atau kesenjangan akses, partisipasi, kontrol dan manfaat pembangunan
bagi perempuan dan laki-laki dengan tujuan untuk mewujudkan anggaran yang lebih
berkeadilan. PPRG
merupakan perencanaan yang disusun dengan mempertimbangkan empat aspek yaitu:
akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat yang dilakukan secara setara antara
perempuan dan laki-laki. Hal ini berarti bahwa perencanaan dan penganggaran
tersebut mempertimbangkan aspirasi, kebutuhan dan permasalahan pihak perempuan
dan laki-laki, baik dalam proses penyusunan maupun dalam pelaksanaan kegiatan.
PPRG bukanlah suatu proses yang terpisah
dari sistem yang sudah ada, dan bukan pula penyusunan rencana dan anggaran
khusus untuk perempuan yang terpisah dari laki-laki. Di samping itu penyusunan
PPRG bukanlah tujuan akhir, melainkan merupakan sebuah kerangka kerja atau alat
analisis untuk mewujudkan keadilan dalam penerimaan manfaat pembangunan.
Gerakan PPRG diadvokasikan dalam berbagai
kegiatan, baik oleh Bappeda maupun Badan Pemberdayaan Masyarakat,Perempuan dan Keluarga (BPMPKB), tidak hanya dalam
bentuk peningkatan kapasitas perencana di masing-masing SKPD, namun juga
perangkat-perangkat regulasi yang akan memperkuat mekanisme pelaksanaan PPRG
ini. Koordinasi antar SKPD khususnya Tim Pokja PUG (Bappeda, BPMPKB, Inspektorat, DPPKD, Bagian Pembangunan Daerah Setda,
dan Bagian Organisasi dan Kepegawaian
Setda) dilaksanakan seiring dengan dikeluarkannya Surat Edaran Bupati No.
412/222 tanggal 4 Juli 2013, tentang Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender, dimana
ada kewajiban penyelenggaraan PPRG yang terintegrasi dalam
proses penyusunan RKA.
PPRG telah menjadi bagian penting dalam
proses perencanaan penganggaran. Namun demikian dalam implementasinya masih
terdapat beberapa kekurangan seperti : (1) data pilah belum tersedia; (2)
kemampuan perencana dalam menyusun analisis gender masih kurang; (3) RPJMD
belum mencantumkan indikator dan target kinerja responsif gender serta belum
terukur; (4) tim verifikasi tidak konsisten dan kurang maksimal dalam
memverifikasi GAP, GBS dan RKA; (5) belum tersosialisasinya
Panduan Teknis dan instrumen monitoring dan evaluasi, dan belum pernah dilaksanakan monitoring dan evaluasi PPRG sampai dengan
implementasi; dan (6) kurangnya jumlah fasilitator terlatih.
Apakah “gender” telah diarus utamakan oleh SKPD?
Beberapa hal yang bisa menjadi
indikator apakah PUG telah dilaksanakan oleh SKPD dengan baik:
1. Dinas Kesehatan
ü Dalam Renstra apakah sudah secara eksplisit menyebut
upaya peningkatan kesehatan masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan
ü Upaya penurunan AKI dan AKB apakah juga melibatkan
peran laki-laki dan perempuan
ü Tersedianya ruang laktasi di Rumah Sakit maupun
puskesmas, guna peningkatan ASI eksklusif
ü Dalam penyusunan semua rencana kegiatan apakah telah
menggunakan GAP(Gender Analisis Pathway), yaitu berbasis data, issu gender dan
memperhatikan akses, partisipasi, manfaat dan kontrol laki-laki dan perempuan
secara berimbang sesuai data capaiannya.
ü dll
2. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
ü Dalam Renstra apakah sudah secara eksplisit menyebut
upaya peningkatan kesempatan memperoleh pendidikan, baik laki-laki maupun
perempuan
ü Dalam capaian APK, APM, APS, dll dari PAUD sd Dikmen
apakah sudah disajikan secara pilah gender? Sehingga tampak kesenjangannya, dan
menjadi dasar bagi capaian ke depan
ü Apakah pemberian beasiswa telah memperhatikan data
potensi APS(Angka Putus Sekolah) pada siswa laki-laki dan perempuan.
ü Dalam penyusunan semua rencana kegiatan apakah telah
menggunakan GAP(Gender Analisis Pathway), yaitu berbasis data, issu gender dan
memperhatikan akses, partisipasi, manfaat dan kontrol laki-laki dan perempuan
secara berimbang sesuai data capaiannya.
ü Apakah pemberian kesempatan pelatihan dan seleksi
prestasi maupun tugas tambahan bagi guru telah juga berbasis pada issu dan
kesenjangan gender yang ada.
ü Dll
3. DPU
ü Dalam Renstra apakah sudah secara eksplisit menyebut
upaya peningkatan kesempatan yang sama bagi laki-laki maupun perempuan dalam
akses, manfaat , partisipasi maupun kontrol infra struktur publik.
ü Apakah penyusunan maupun persetujuan atas IMB rencana
sarana prasarana publik telah disesuaikan dengan kebutuhan gender? Sebagai
contoh: ketinggian anak tangga; jumlah toilet perempuan dan laki-laki yang
harus berbeda karena kebutuhan yang berbeda; penyediaan Ruang laktasi bagi ibu
menyusui, baik untuk menyusui maupun memerah ASI; dll
ü Dalam penyediaan sarana prasarana air bersih apakah
sudah berdasarkan issu gender serta melibatkan perempuan dalam pengambilan
keputusan, karena perempuan paling banyak berurusan dg penggunaan air bersih
ü dll
4. DinDukcapil
ü Apakah dalam Renstra telah menyebut secara eksplisit
menyangkut pelayanan dan tupoksi Dinas, baik bagi masyarakat laki-laki atau
perempuan.
ü Apakah upaya/kegiatan yang dilakukan dalam rangka
pemenuhan hak identitas anak telah dilakukan dengan berbagai terobosan dan
dengan target 100% anak memiliki kutipan akte lahir?
ü Dalam penyusunan semua rencana kegiatan apakah telah
menggunakan GAP(Gender Analisis Pathway), yaitu berbasis data, issu gender dan
memperhatikan akses, partisipasi, manfaat dan kontrol laki-laki dan perempuan
secara berimbang sesuai data capaiannya.
ü dll
5. DPPK dan BKPP
ü Apakah dalam Renstra telah menyebut secara eksplisit
menyangkut pelayanan dan tupoksi Dinas, baik bagi masyarakat laki-laki atau
perempuan.
ü Apakah sasaran pembinaan maupun pelatihan telah
mengarah kepada kelompok tani baik laki-laki maupun perempuan
ü Apakah penyusunan rencana kegiatan telah menggunakan
GAP(Gender Analisis Pathway), yaitu berbasis data pilah gender, issu gender dan
memperhatikan akses, partisipasi, manfaat dan kontrol laki-laki dan perempuan
secara berimbang sesuai data capaiannya.
ü dll
6. Dst….. untuk Dinas dan Badan lainnya, PUG agar menjadi
strategi pembangunan disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi
masing-masing.
Dari hasil verifikasi terhadap
evaluasi penyelenggaraan program PUG, pemberdayaan perempuan dan perlindungan
anak oleh Tim Independen yang ditunjuk oleh kementrian PPPA pada tanggal 19
Nopember 2013 lalu di Semarang ada beberapa masukan yang sangat berharga yang
ke depan perlu kita tingkatkan, seperti:
1.
Perlunya merevisi
semua Renstra SKPD yang belum memasukkan PUG baik dalam Misi, Sasaran, Tujuan
maupun indikator kinerjanya. Karena RPJMD kita telah memasukkan PUG dalam semua
aspeknya, hal ini juga harus diikuti oleh semua SKPD dalam mencapai semua
indicator kinerjanya.
2.
Perlunya
keterlibatan perguruan tinggi dalam menganalisis atau mengkaji sejauh mana PPRG
telah diterapkan oleh semua SKPD, juga dalam pelatihannya.
3.
Perlunya peningkatan
peran masyarakat dan Dunia Usaha dalam perlindungan korban kekerasan dan
pemenuhan hak-hak anak
4.
Focal point semua
SKPD mampu menguraikan PUG sesuai tupoksinya, dimana dalam kegiatannya unsur
gender telah diarusutamakan, bukan hanya Badan yang menangani PP dan PA yang
bicara.
Dengan memahami dan melaksanakan
PUG marilah kita wujudkan kesejahteraan masyarakat baik laki-laki dan perempuan
di Kabupaten Pekalongan…..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar