Rabu, 05 Juni 2013

Bupati Bersama Menteri PP dan PA Hadiri Harlah Fatayat NU

Bup_MenW

KAJEN – “Siang hari ini rasanya saya berada di tengah-tengah lautan bidadari. Saya merasa bahagia sekali atas penyelenggaraan acara oleh Fatayat NU ini yang dihadiri oleh ribuan pengunjung”. Demikian Bupati Pekalongan Drs. H. A. Antono, M.Si dalam sambutannya pada acara peringatan hari lahir (Harlah) Fatayat NU ke-63, di International Batik Center, Jumat (24/05/2013).
Lebih lanjut Bupati menyampaikan ucapan selamat datang di Kabupaten Pekalongan kepada Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP dan PA) RI dan Ketua Pimpinan Pusat Fatayat NU Dra. Hj. Ida Fauziyah. “Harapan kami semoga kehadiran Ibu Linda Amalia Sari Gumelar dan Ketua PP Fatayat NU dapat menjadi motivasi bagi kami yang ada di Kabupaten Pekalongan,” ujarnya.

Sementara itu Ketua Pimpinan Pusat (PP) Fatayat NU yang juga sekaligus Ketua Komisi 8 DPR RI, Dra. Hj. Ida Fauziyah, dalam sambutannya mengatakan bahwa meski pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat secara tajam atau mencapai 6,7 persen dan pembangunan demokrasi berjalan dengan baik, namun masih menyisakan berbagai persoalan. “Persoalan  tersebut diantaranya angka kemiskinan mencapai 30 juta atau 11 persen dari jumlah penduduk, sedangkan 70 persennya adalah kaum perempuan,” katanya.

Menurut Ida, walau proses demokratisasi dalam proses pengambilan kebijakan, perempuan hampir dilibatkan di semua lini, ada beberapa hal yang menjadi catatan, yakni demokrasi yang dibangun masih hanya sebatas formalitas saja. “Bersyukur di era reformasi ini sebanyak dua kali Pemilu diperkenalkan adanya keterwakilan perempuan,” katanya.

Ke depan, lanjutnya, tantangan bagi tahun politik, yakni adanya tingkat pragmatisme dalam masyarakat yang semakin meningkat tajam seiring tajamnya pembangunan demokrasi itu sendiri. Sehingga perlu kewaspadaan dan menjadi kajian bersama. PP Fatayat NU berusaha mendorong keterwakilan perempuan agar bisa ikut andil dalam kebijakan.

“Tapi kita berhadapan dengan pragmatisme masyarakat yang tinggi. Kalau seperti itu apalah artinya esensi reformasi. Terus terang berat apabila perempuan didorong menjadi pejabat dan menghadapi pragmatisme. Kalau perempuan yang maju akan ada bondo nekat, sehingga tidak bisa bersaing dengan politisi-politisi laku-laki yang tidak berpikir tentang urusan domestik. Bukan tidak mampu bersaing, namun betapa beratnya tingkat pragmatisme di masyarakat,” tegasnya.

Disamping masalah kemiskinan, masalah yang saat ini tengah dihadapi adalah adanya tingkat kekerasan perempuan yang masih tinggi, pornografi, dan maraknya narkoba. Hal tersebut diharapkan menjadi semangat untuk meningkatkan ekonomi secara tajam. Sedangkan hal lain yang belum mendapat catatan dalam perjalanan reformasi selama lima belas tahun adalah pudarnya tradisi kebersamaan, gotong-royong yang menjadi kearifan lokal, perkelahian antar kelompok, antar kampung dan pelajar. “Hal ini patut menjadi renungan kita bersama. Dan Fatayat NU perlu memberikan kontribusinya,” tutur Ida Fauziyah.

Sedangkan Menteri Linda Amalia Sari Gumelar atau yang lebih akrab dipanggil Ibu Linda Gumelar, dalam sambutan menyampaikan bahwa kaum perempuan harus kembali menumbuhkan semangat kartini di dalam dirinya. Karena, perempuan adalah tiang penyangga Negara. “Hal ini tidak bisa dipungkiri, mengingat dari rahim seorang perempuan, lahir generasi-generasi penerus bangsa,” tegas Menteri.

Semangat kartini, lanjut Menteri PP dan PA, patut menjadi cerminan bagi perempuan di era globalisasi ini. Perjuangannya untuk membebaskan kaum perempuan dari diskriminasi perlu menjadi cerminan bagi kaum perempuan sekarang. “Semangat kartini harus ada dalam diri kita semua,” tegasnya dihadapan 2.500 kader dan anggota Fatayat NU Kabupaten Pekalongan.

Menteri PP dan PA mengatakan, saat itu tahun 1878, seorang Kartini berjuang agar perempuan mendapatkan tempat dan akses untuk berkarya. Perjuangannya sangat berat di era colonial dan masih dalam suasana feudal. “Apa yang dilakukan Kartini merupakan cikal-bakal kemajuan perempuan saat ini,” ungkapnya.

Terkait masih tingginya kekerasan terhadap perempuan, Menteri Linda Gumelar menuturkan bahwa untuk mengatasinya diperlukan adanya peran semua pihak. Pasalnya, globalisasi tidak hanya memberikan efek positif, namun juga memberikan dampak negative.  “Perempuan jangan mau dilecehkan, tunjukkan bahwa kita bisa mandiri, berkualitas dan beriman serta menghormati laki-laki,” tuturnya. (di2k-Humas Setda).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar