Musyawarah Perencanaan Pembangunan, selanjutnya Musrenbang, merupakan forum untuk mengelola aspirasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan, baik laki-laki maupun perempuan. Keberadaan dan tata laksana Musrenbang diatur dalam UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Musrenbang diselenggarakan secara berjenjang, mulai dari tingkat kelurahan/desa,
kecamatan, dan kabupaten/kota. Musrenbang menghasilkan Rencana Kerja Pemerintah Daerah, yang berfungsi sebagai dokumen perencanaan tahunan.
Salah satu prasyarat Musrenbang adalah adanya keterlibatan masyarakat, laki-laki dan perempuan. Hal itu merujuk pada UU Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW),
Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan PUG dan Pembangunan Nasional, Permendagri No. 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender (PUG) di Daerah, Perpres No. 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014.
Payung hukum di atas mendorong perencanaan pembangunan, baik nasional maupun daerah, mempertimbangkan aspirasi masyarakat. Namun, pada praktiknya, keterlibatan perempuan di Musrenbang kerapkali hanya untuk memenuhi prosedur keterwakilan, perempuan hanya diperlukan tanda-tangannya dalam lembar daftar hadir. Bahkan, sejumlah daerah tidak serta-merta membuka ruang keterlibatan perempuan dalam Musrenbang. Tak heran dalam pelbagai tingkatan musrenbang, perwakilan
masyarakat cenderung didominasi oleh kaum laki-laki.
Minimnya keterlibatan perempuan dalam Musrenbang disebabkan oleh minimnya akses informasi tentang kegiatan itu oleh kaum perempuan. Pelbagai kalangan perlu merumuskan strategi bersama untuk memastikan keterlibatan perempuan dalam Musrenbang di pelbagai tingkatan. Setidaknya ada tiga permasalahan yang mempengaruhi kondisi di atas, yaitu kultur, struktur, dan substansi.
Secara kultur, budaya patriarkhi masih kuat di sejumlah daerah. Ruang gerak perempuan sangat terbatas. Ketika ia akan ikut berpartispasi dalam kegiatan di luar rumah harus minta izin pada suami/orang tua. Selain itu, ada permasalah an lain yang ikut mendukung kondisi tersebut, seperti (1) waktu diselenggarakan kegiatan tidak tepat, (2) terbatasnya akses informasi, telekomunikasi, transportasi, dan teknologi, (3) Perempuan ditempatkan pada peran tradisional, konsumsi, sekretaris, dan perlengkapan.
Sedangkan dari struktur, ada sejumlah permasalahan pendukung, seperti tidak diundang, tidak diinformasikan, suara perempuan tidak didengar/diperhatikan, janji tidak direalisasi, tidak diberi akses dalam pengambilan keputusan, belum adanya sosialisasi tentang apa itu musrenbang oleh Pemda, pemerintah tidak transparan, dan mekanisme Musrenbang bertele-tele.
Minimnya keterlibatan perempuan menyebabkan kepentingan perempuan hanya sebagian kecil yang dapat terakses dalam perencanaan pembangunan mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, dan nasional. Pada gilirannya, pembangunan yang dilaksanakan jauh dari muatan kepentingan strategis dan kebutuhan praktis perempuan. Istilah Anggaran Responsif Gender (ARG), yakni anggaran yang adil setara dan memberi manfaat sebesar-besarnya kepada kaum laki-laki dan perempuan masih perlu perhatian, upaya keras dan komitmen bersama untuk
mewujudkannya.
Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam pembangunan adalah strategi yang digunakan untukmengurangi kesenjangan antara penduduk laki-laki dan perempuan Indonesia dalam mengakses dan mendapatkan manfaat pembangunan, serta meningkatkan partisipasi dan mengontrol proses pembangunan. PUG dilakukan dengan mengintegrasikan perspektif (sudut pandang) gender ke dalam proses pembangunan di setiap bidang. Kita sebagai “stakeholder pembangunan” seyogyanya bisa melakukan hal kecil yang membuat keadaan ini lebih baik, menggali inspirasi untuk mendorong dan mewujudkan pembangunan yang lebih adil dan merata bagi seluruh penduduk Kabupaten Pekalongan, baik laki-laki maupun perempuan. Harapan ini merupakan harapan eksistensial, sah dan perlu sekali direnungkan.
Berdasarkan uraian diatas, dipandang perlu untuk melaksanakan Sosialisasi Advokasi PUG dalam pembangunan bagi aparatur di wilayah/lapangan seperti camat, lurah dan kepala desa di Kabupaten Pekalongan.
Untuk itu diselenggarakan kegiatan Sosialisasi PUG kepada Camat dan Lurah pada Kamis, 30 Januari 2014, Pukul : 09.00 WIB s/d selesai bertempat di Ruang Rapat Utama Bappeda Kab. Pekalongan Jl. Krakatau No. 9 Kajen. Maksud kegiatan ini adalah menyediakan media untuk menyebarluaskan dan mengupayakan peserta supaya mengetahui danmemahami sekaligus bisa menerapkan PUG dalam pembangunan. Dan tujuan diselenggarakannya kegiatan ini adalah :
a. Menyebarluaskan dan mengupayakan peserta supaya mengetahui dan memahami PUG
b. Mendorong stakeholder untuk turut ambil bagian dalam bentuk dan usaha demi terciptanya pembangunan yang lebih adil dan merata bagi seluruh penduduk Kabupaten Pekalongan, baik laki-laki maupun perempuan.
c. Meningkatkan koordinasi pelaksanaan PUG diantara para pemangku kepentingan.
Hasil yang diharapkan adalah meningkatnya komitmen dan upaya implementasi strategi pengarusutamaan
gender dalam pembangunan di Kabupaten Pekalongan.
Peserta sosialisasi dan advokasi PUG ini sebanyak 127 orang yang terdiri dari Camat (19 orang), Lurah (13 orang) dan Perwakilan Kepala Desa (5 orang tiap kecamatan = 95 orang).
Adapun materi Materi dan NAra Sumber :
a. Gender, Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan dan Penerapannya di Kabupaten Pekalongan :
Gender dan Pembangunan, Konsep Pengarusutamaan Gender dan Pemberdayaan Perempuan, Gambaran umum penerapan PUG di Kabupaten Pekalongan
Disampaikan oleh : Praktisi PUG Kabupaten Pekalongan (BPMPKB selaku Sekretaris Pokja PUG), Dra. Siti Masruroh, M.Si.
b. Perencanaan Daerah yang Responsif Gender: Mekanisme Perencanaan di Daerah,Perencanaan yang Responsif Gender, Integrasi Gender dalam Dokumen Perencanaan Jangka Menengah Daerah , Gender dalam Penyusunan Perencanaan Tahunan, Integrasi Gender dalam Proses Musrenbang
Disampaikan oleh : Kepala Bappeda Kab. Pekalongan, yang diwakili kabid sosbud Ir. Sri Yuliasih..
c. Penganggaran yang Responsif Gender:: Konsep dan Mekanisme Penganggaran Daerah, Konsep Anggaran Responsif Gender, ADD yang responsif Gender.
Disampaikan oleh : Pakar PUG (BP3AKB Provinsi Jawa Tengah), Dra. Ema Sulistia, M.Hum
Sesi dilanjutkan dengan diskusi untuk memetakan hal apa saja yang memungkinkan untuk mempercepat penerapan PUG di Kabupaten Pekalongan, dengan moderator Didin Nasarudin, Kasubid Sosbud.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar